roman ketiga

Roman Ketiga – White Shoes & The Couples Company: Cinta yang Meninabobokan Sekaligus Menyesakkan

Roman Ketiga – White Shoes & The Couples Company: Cinta yang Meninabobokan Sekaligus Menyesakkan

“Aku jatuh dan tak bangun lagi, tenggelam di rayuannya…”

Seperti catatan harian yang ditulis dengan pena pelan-pelan, “Roman Ketiga” dari White Shoes & The Couples Company berisi pengakuan jujur tentang jatuh cinta yang tak bisa dihentikan meski kita tahu itu akan menyakitkan.

Lagu ini pertama kali hadir dalam EP Skenario Masa Muda pada tahun 2007. Namun, seiring waktu, keindahannya tidak luntur. Bahkan dalam versi live yang dirilis kemudian di album Together Whatever Sessions, ia justru terasa lebih hidup, lebih telanjang, lebih personal.

Ketika Cinta Menjadi Nyanyian Lembut yang Membius

Dari bait pertama, kita sudah diajak masuk ke dalam dunia kecil yang tenang tapi berbahaya:

“Cahaya surya menyinari, menyirami sanubari…”

Kata-kata itu seperti pagi yang datang diam-diam, membawa hangat yang lembut. Tapi perlahan, kita mulai sadar bahwa kehangatan itu bisa berubah jadi bara. Cinta, dalam lagu ini, bukan sekadar rasa yang manis. Ia adalah kekuatan yang bisa melumpuhkan.

“Aku jatuh dan tak bangun lagi, tenggelam di rayuannya…”

Kalimat ini terdengar manis, tapi jika direnungkan, ada rasa perih yang tertanam. Kita dibawa ke dalam perasaan seorang tokoh yang terlalu mencintai, terlalu percaya, hingga kehilangan kendali atas dirinya sendiri.

Lagu tentang Cinta yang Tidak Seimbang

“Roman Ketiga” tidak bercerita tentang cinta yang sehat dan saling menguatkan. Ia justru menjadi pengakuan akan cinta yang berat sebelah seseorang mencintai terlalu dalam, sementara yang lain entah hadir atau hanya bayangan.

Kita semua, mungkin, pernah ada di posisi itu: mencintai seseorang dengan sepenuh hati, hanya untuk menyadari bahwa kita sedang tenggelam, bukan terbang. Tapi kita tetap tinggal. Karena rayuan itu terlalu indah untuk ditinggalkan. Karena dalam penderitaan itu pun, kita merasa hidup.

Musik Sebagai Pelukan yang Patah

Dibalik liriknya yang puitis, “Roman Ketiga” dibalut dengan musik yang begitu anggun. Aransemen yang kaya nuansa pop vintage, jazz, dan soul, memberi ruang untuk perasaan berkembang. Petikan gitar, dentingan keyboard, dan suara vokal Sari yang lembut seperti senandung ibu di malam hari semuanya membentuk ruang sunyi tempat kita bisa merenung.

Tapi justru di ruang sunyi itulah, rasa sakit menjadi nyata. Musik yang indah ini tidak menyembuhkan. Ia hanya memeluk, dan kadang, pelukan itu terlalu erat hingga membuat kita sesak.

Skenario Masa Muda: Kisah yang Tidak Selalu Manis

Lagu ini diambil dari EP Skenario Masa Muda sebuah karya yang menyimpan banyak kenangan kolektif bagi para pendengarnya. Judul EP itu sendiri adalah refleksi jujur tentang masa muda: tidak hanya berisi cinta pertama yang manis, tapi juga luka pertama, kekecewaan pertama, kehilangan pertama.

“Roman Ketiga” terasa seperti bab ketiga dalam novel kehidupan itu. Sebuah roman yang bukan tentang awal kisah, tapi tentang titik balik saat kita menyadari bahwa jatuh cinta juga bisa membuat kita kehilangan arah.

Penutup: Jatuh Cinta, Tapi Jangan Hilang

Ada satu kalimat dalam lagu ini yang terasa sangat dalam:

“Padanya ku kan setia…”

Setia. Kata yang indah, tapi juga berat. Karena dalam konteks lagu ini, kesetiaan bukan lagi tentang pilihan, tapi tentang ketakberdayaan. Kita setia bukan karena yakin, tapi karena tak bisa pergi.

“Roman Ketiga” adalah lagu untuk mereka yang pernah jatuh cinta sampai lupa caranya berdiri. Lagu ini tidak memberi solusi, tapi memberi ruang untuk menangis pelan-pelan, untuk mengaku: “ya, aku pernah merasa seperti ini.”

“Dan tak apa jika cinta itu menyakitkan, selama ia membuat kita merasa hidup.”

1 Komentar

  1. […] Baca Juga : Roman Ketiga – White Shoes & The Couples Company: Cinta yang Meninabobokan Sekaligus Menyesakk… […]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *